Masih terkait film Sex and The City (terlepas dari adegan panasnya) saya teringat masa kuliah, dimana saya punya 2 orang teman dekat yang selama ini berbagi tentang banyak hal bersama. Banyak sebutan bagi kami bertiga (Pradit, Tuti-saya-, Nanda)mulai dari tiga sekawan, charlie’s angels hingga julukan terpopuler yang melekat hingga sekarang 3diva. Tak jarang teman – teman yang tidak terlalu memahami kami berpikir sedikit kurang baik tentang kami, bahwa kami sekelompok cewek yang tidak bisa membaur dengan sesama, meng-elit-kan diri-lah, atau anggapan kalau kami merasa orang – orang tidak selevel dengan kami. Padahal bila dilihat dari kulit alias penampilan luarnya saja kami sangat biasa dan sederhana jauh dari kata mencolok malah terhitung sangat cuek dan apa adanya. Begitu juga dengan sikap dan tingkah laku kami yang memang biasa saja tapi jangan ditanya kalau kami sudah mulai perang argument. Kami tidak dengan sengaja membentuk dunia sendiri tapi memang kami bertiga terkadang punya satu ikatan kuat satu sama lain yang kadang orang – orang tidak paham atau malah tidak sepaham dengan kami.

Terkadang hal terpenting dari sebuah hubungan (yang terkait disini adalah hubungan pertemanan) adalah dibutuhkannya sebuah bentuk komunikasi yang mesra tapi jujur itu tidak terdapat dalam hubungan pertemanan kami selama kurang lebih 5 tahun ini. Kadang kami bertiga melakukan ritual mereview apa yang telah kami perbuat dalam jangka waktu tertentu tujuannya untuk introspeksi dan meningkatkan kualitas diri kami pribadi. Dan yang kami temukan justru hal – hal konyol yang diluar dugaan. Betapa kami sering missed comunication atau sering saling serang, sindir bahkan tidak mengindahkan perasaan satu sama lain intinya kadang kami gagal berkomunikasi dengan baik dan benar kepada satu sama lain. Namun hal ini malah memperkuat jalinan pertemanan kami. Ingin tertawa haru rasanya ketika mengingat banyak hal yang telah kami lalui dimana tanpa sadar kami telah saling dukung hingga mengorbankan kepentingan masing – masing. Rindu, ya, itu satu kata yang ingin terungkap saat ini, bukan melalui telepon, sms, fb, twitter, email atau yang lainnya melainkan tautan batin antar teman yang sudah kami jalin selama ini. Haah... kawan kapan kita menghabiskan waktu dan melepaskan penat bersama lagi...

Let's talk about Sex and The City

Siang ini saya (ditraktir) nonton sebuah film yang konon katanya hedon banget, Sex and The City 2. Dimana semua pemeran dalam film ini mengenakan semua kelengkapan set and wardrobe yang branded banget. Kehidupan kaum hedon New York yang membuat saya terkesima, bukan karena paras menawan mereka, melainkan karena bisa – bisanya mereka mengeluarkan uang ratusan ribu dollar hanya untuk membeli sepasang sepatu atau tas atau benda – benda lain yang tidak masuk akal (harga dan manfaat berbanding terbalik). Anehnya saya tertarik dengan film – film seperti ini tapi bukan berarti saya menjadi pemuja style dan gaya hidup super mewah melainkan saya pengagum keindahan dan estetika suatu karya seni.

Kembali pada jalan cerita film ini (mari kita mengesampingkan adegan – adegan panasnya), secara garis besar film ini menceritakan tentang kehidupan empat orang wanita stylish asal New York, Samantha yang masih menyukai hidup melajang dan menjalin hubungan bebas dengan pria – pria di sekitarannya, Miranda pengacara yang menjadi seorang ibu rumah tangga yang merindukan masa – masa kejayaannya di sebuah firma hukum, Charlotte seorang ibu rumah tangga yang sangat mengidamkan kehidupan berumahtangga yang sempurna malah membuatnya menjadi seorang paranoid, dan Carrie wanita karier yang memutuskan hidup dalam jalinan pernikahan tanpa anak – anak didalamnya. Film ini menyajikan kompleksitas dari sebuah komitmen dimana sebuah komunikasi memegang peranan pentingnya. Tak hanya komitmen dengan jalan hidup ataupun pasangan masing – masing melainkan juga komitmen mereka untuk tetap menjaga persahabatan dan saling mengisi diantara kelebihan-kekurangan satu sama lain. Saya tidak mau berpusing – pusing ria memikirkan premis cerita ataupun membandingkan dengan idealisme film – film sidestream karena film ini menurut saya hanya ingin mengungkapkan kekhawatiran perempuan kota (kebanyakan) yang melanda ditengah krisis kepercayaan diri. Bagi saya menyenangkan bisa melihat film ini sebagai bagian dari hiburan karena film ini juga dilengkapi dengan guyonan khas amrik.